“Maka apabila kamu telah selesei (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (Q.S. Al-Insyirah : 7)
Tulisan ini adalah hasil perenungan ayat diatas, bagaimana seorang muslim harus memiliki semangat untuk senantiasa bergerak dari fokus satu ke fokus yang selainnya, dari pekerjaan satu ke pekerjaan lainnya tanpa kenal lelah. Karena rasul sendiri pernah berkata bahwa tempat istirahatnya seorang muslim adalah di akhirat yaitu Surga jannatul naim, bukan di dunia. Sehingga hakikatnya seorang muslim harus menjadikan dunia tempat untuk bekerja keras, menanam benih pahala dan terus menyemainya hingga kelak ketika di yaumul hisab semua pahalanya yang akan memberatkan ia kedalam jannah.
Ayat ke 7 dalam surat al-insyirah tersebut memberikan gambaran bahwa seorang muslim harusnya memiliki semangat untuk tidak menunda-nunda pekerjaan, dalam bahasa ilmiah biasa dikenal sebagai Prokrastinasi. Dimana study menunjukkan banyak negara-negara di dunia mengalami permasalahan dalam menunda-nunda pekerjaan. Kerugian yang ditimbulkan oleh penyakit prokrastinasi inipun banyak sekali, salah satu contoh study yang dilakukan oleh seorang Dosen Psikologi Universitas Surabaya menunjukkan dari 232 mahasiswa yang menunda-nunda mengerjakan skripsi. Kerugian yang ditimbulkan akibat menunda-nunda pengerjaan skripsi itu ternyata sampai triliunan rupiah persemesternya, dihitung dari penambahan biaya kuliah dan biaya hidup selama menempuh kuliah.
Dalam lingkup pekerjaan maka bisa diukur saja sifat menunda-nunda ini telah menjadikan sebuah bangsa terpuruk, sikap menunda-nunda dalam masalah penanganan korupsi maka akan terus merajalela koruptor yang menggerogoti negeri ini. Jikalau Prokrastinasi dialami seorang dokter maka bukan kerugian materiil saja yang akan dialami tetapi kehilangan nyawa pasiennya. Lebih fatal lagi jikalau prokrastinasi dialami seorang aktivis dakwah maka kerusakan dalam masyarakat akan turut menghancurkan sahabatnya, keluarganya, negaranya bahkan Agamanya yang tak bisa lagi diukur oleh nilai mata uang apapun.
Seperti kata sahabat Ali bin Abi Thalib pernah berkata bahwa tragedy terbesar dalam kehidupan manusia adalah ketika mereka merasa waktunya cukup, sehingga yang muncul adalah menunda-nunda sebuah pekerjaan, membiarkan ia hanyut dalam kesenangan-kesenangan yang menipu tak memiliki hubungan dengan misi utama sebagai manusia, yaitu Khalifah fil Ard.
Lantas bagaimana caranya supaya kita sebagai seorang muslim menghindarkan diri dari penyakit Prokrastinasi ini,. penyelesaian secara praktis bisa dipecahkan melalui pendekatan teori motivasi sesaat, antara lain meningkatkan ekspektasi keberhasilan, menaikkan nilai suatu pekerjaan, menurunkan impulsifitas, dan mengurangi waktu tunda. Cara yang paling mudah adalah dengan menyusun time table target waktu pekerjaan secara detil dan mendisiplinkan diri untuk mentaati time table itu. Sedangkan untuk pemecahan masalah yang didasarkan pada penyelesaian masalah paradigmatic, berikut penjelasannya :
1. Memahami Esensi Waktu yang kita miliki Amatlah sempit
Ketika seseorang memahami bahwa hidup di dunia itu hanya sementara jikalau di kalkulasi hanya 1,5 jam jika dibandingkan dengan kehidupan akhirat maka sikap yang harus di pupuk adalah bagaimana dengan waktu yang sedikit ini bisa lebih optimal dikemudian hari. Alih-alih untuk bermalas-malasan, untuk berhenti bersantaipun rasanya akan sukar karena terbayang apakah akhir dari hidupku akan berada dalam kondisi aku sendang bersantai ataukah sedang membela agamaAllah? Karena hakikatnya Allah tak akan pernah menanyakan seberapa lama engkau hidup di dunia? Akan tetapi untuk apa engkau hidup di dunia?
Karena orang yang cerdas adalah orang yang sering mengingat kematian, ia akan merasa hidupnya tinggal sebentar sehingga apa yang dia lakukan didunia harus memiliki orientasi keridhoan Allah. Ia tak akan rela kesempatan yang sebentar itu ia gunakan untuk hal – hal yang sia-sia.
2. Jangan Mudah Berpuas Diri
Sikap berpuas diri mampu memberikan dampak buruk bagi pelakunya, yakni terlalu euphoria terhadap capaiannya sehingga lupa bahkan malas untuk menjalankan tugas berikutnya. Seperti halnya kasus Euphorianya kaum muslimin terhadap keberhasilan perang badar.
Perang Badar baru saja usai. Namun peristiwa itu tidak bisa hilang begitu saja di benak para sahabat. Karena Badar merupakan pengalaman mereka yang pertama dalam keramaian genderang perang. Pengalaman yang menorehkan lukisan indah sebagai sebuah potret pengorbanan dan kesetiaan pada Islam. Sehingga dalam diri mereka masih terngiang-ngiang kejadian demi kejadian yang baru mereka alami. Para sahabat saling mengomentari pengalaman bersejarah itu dengan antusias yang ditimpali oleh sahabat lainnya dengan cerita yang lebih seru.
Memang. Badar menjadi pemandangan yang menakjubkan dalam sejarah perjuangan kaum muslimin. Para sahabat sangat bersemangat untuk mengisahkan peristiwa tersebut. Karena batapa saratnya peristiwa perang Badar dengan sikap-sikap kepahlawanan kaum muslimin. Cerita yang mengalir deras itu membuat mereka keasyikan menceritakan pengalaman mereka hingga satu sama lain saling membanggakan perilaku mereka dan kadang juga memandang remeh apa yang telah dilakukan oleh yang lainnya. Lalu muncullah sikap kekeliruan mereka dengan mengatakan bahwa, ‘Anshorlah yang lebih hebat, Muhajirinlah yang lebih unggul, ‘Auslah yang lebih kesatria, Khajrazlah yang tak tertandingi’, dan sikap-sikap hubbul ghurur wa zhuhur lainnya yang membuat perpecahan antara satu dengan lainnya.
Peristiwa itu nyaris menjadi sengketa di kalangan mereka. Dan ini dimanfaatkan kaum Yahudi untuk mengadu domba kaum muslimin. Musuh-musuh umat Islam itu pun memanas-manasi kaum muslimin dengan membangkitkan watak-watak jahiliyah. Lantaran diantara mereka saling membanggakan dirinya kemudian berujung pada pendirian masing-masing yang ingin membuktikan kehebatannya. Sehingga terdengarlah seruan, ‘senjata……., senjata………, mari kita buktikan siapa yang paling hebat’. Kejadian itu pun sampai ke telinga Rasulullah SAW. beliau amat geram dengan sikap para sahabat yang keliru itu. Lalu Allah SWT. Mengingatkan mereka dengan turunnya surat Ali Imran : 100 – 102, dan dilanjutkan dengan ayat 103 yang meminta kaum muslimin untuk tetap berada dalam barisan (tali agama Allah) jangan sampai bercerai berai.
“Hai orang-orang yang beriman jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. Bagaimanakah kamu sampai menjadi kafir padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepadamu dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu?. Barang siapa yang berpegang teguh kepada agama Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali kau mati melainkan dalan keadaan beragama Islam. Dan berpegang teguhlah kamu semua kepada tali agama Allah dan janganlah kamu bercerai berai dan ingatlah akan nikmat Allah kepada ketika kamu dahulu masa jahiliyah bermusuh-musuhan maka Allah mempersatukan hatimu lalu menjadilah kamu karena nikmat itu orang-orang yang bersaudara. Dan kamu berada di tepi jurang neraka lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk”.
Sesudah itu Rasulullah SAW. melihat ada hal yang amat penting dari kasus itu adalah kaum muslimin mengalami waktu jeda dalam amaliyah dakwah. Hal ini sangat berpengaruh pada perilaku sahabat yang mudah menyimpan memori kenangan indah dan dapat membangkitkan sikap keliru tadi. Sehingga sesudah itu beliau memberikan amaliyah yang beruntun dan terus menerus tanpa henti untuk menunaikan tugas dakwah ini. Maka sesudah kejadian itu kaum muslimin melakukan beberapa ekspedisi militer hingga perang Uhud.
3. Memahami bahwa Dakwah adalah misi kenabian
Setiap muslim wajib hukumnya untuk melakukan dakwah, yang maknanya adalah mengajak seseorang kepada jalan kebenaran. Seorang muslim perlu peduli serta memahami bahwa kerusakan yang ada dewasa ini semakin hari semakin menjadi-jadi. Jikalau kebaikan berjalan melambat bahkan berhenti maka yang terjadi adalah kebaikan itu akan termakan oleh keburukan. Sehingga pahamilah bahwa ketika kita menunda-nunda kebaikan akan berdampak pada masyarakat bahkan eksistensi islam itu sendiri. Misi kenabian tidaklah mudah, dakwah yang dijalankan oleh nabi tidak semuanya mulus dan lurus seperti dongeng-dongeng superhero. Dibalik kesuksesan dakwah nabi, beliau senantiasa diancam nyawanya, keluarganya, harta benda dan para sahabatnya. Jikalau kita merasa bahwa pekerjaan kita itu mudah dan bisa ditunda-tunda karena masih ada esok hari, maka bersiaplah menemui kekecewaan. Menunda-nunda kebaikan berarti membiarkan kerusakan semakin berkembang biak, bermutasi dan bergerak semakin massif menjadi bencana bagi eksistensi agama ini.
Sebagai penutup pantaslah kita sebagai seorang muslim untuk meniru semut yang menolong Ibrahim dari kobaran api, ia tak kenal lelah dalam memadamkan api kemungkaran meskipun dengan sebulir air yang berada dalam mulutnya. Ketika ditanya oleh burung yang terbang di atas semut “Bukankah perbuatanmu sia-sia wahai semut, sebulir air yang kau berikan kepada api ini tak akan memadamkannya bukan?” lantas semut menjawab, sebenarnya bukan karena aku tak tahu perbuatanku ini tak akan mampu memadamkan api tetapi lebih karena aku tahu diri dan tahu dimana posisiku. Minimal ketika aku di tanya oleh Allah aku akan berkata bahwa aku telah menunjukkan kesungguhan untuk membantu agama Allah. Jikalau aku terlambat dengan sisa umur yang aku miliki maka habislah sudah dunia dan akhirat yang aku jalani kelak.
Wassalam.
Penulis : Lazuardi Ardhany